Ratna Sarumpaet: Suara Perempuan dari Panggung ke Jalanan
Ratna Sarumpaet adalah sosok yang menandai pertemuan antara dunia seni dan aktivisme. Ia dikenal luas sebagai seorang penulis naskah, sutradara teater, sekaligus aktivis yang vokal menyuarakan keadilan sosial dan hak-hak perempuan. Perjalanan panjangnya di dunia teater dan politik mencerminkan keberanian seorang perempuan dalam menghadapi arus dominasi dan kekuasaan.
Lahir di Tarutung, Sumatera Utara pada 16 Juli 1948, Ratna dibesarkan dalam keluarga yang menanamkan nilai-nilai keadilan dan perjuangan. Ia mulai dikenal publik sebagai seniman teater sejak era 1980-an, ketika pementasan-pementasan garapannya menyuarakan kritik sosial yang tajam. Melalui panggung, Ratna menyampaikan keresahan-keresahan masyarakat yang tak terdengar oleh negara, terutama suara-suara perempuan dan rakyat kecil. https://ratnasarumpaet.id/
Salah satu karyanya yang terkenal adalah drama Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah (1993), yang mengangkat kisah tragis aktivis buruh Marsinah yang dibunuh karena perjuangannya menuntut keadilan. Pementasan ini tidak hanya menyentuh hati penonton, tetapi juga menjadi bentuk perlawanan terhadap represi politik Orde Baru. Dengan karya ini, Ratna menunjukkan bahwa teater bisa menjadi alat perjuangan, bukan sekadar hiburan.
Namun, Ratna tidak berhenti di panggung. Ia melangkah ke jalanan, membawa idealismenya ke ranah aktivisme. Pasca Reformasi 1998, ia aktif dalam berbagai gerakan sosial dan politik, membela hak asasi manusia, serta menyoroti ketidakadilan terhadap masyarakat adat, buruh, dan kelompok marginal. Ratna dikenal lantang dalam menyuarakan kritik terhadap pemerintah, tanpa takut pada risiko yang menyertainya.
Dalam banyak kesempatan, ia menyuarakan pentingnya peran perempuan dalam perubahan sosial. Menurut Ratna, perempuan bukan sekadar korban, tetapi juga agen perubahan. Ia sering mengkritik budaya patriarki yang menindas, dan menyerukan pembebasan perempuan dari belenggu sosial, ekonomi, dan politik. Aktivismenya menempatkan perempuan sebagai subjek perjuangan, bukan objek penderitaan.
Namun perjalanan Ratna tidak selalu mulus. Namanya sempat tercoreng akibat kasus hoaks penganiayaan pada tahun 2018, yang menimbulkan polemik nasional. Peristiwa ini membuatnya harus menjalani proses hukum dan sempat mendekam di penjara. Meski demikian, sejarah hidup dan kontribusinya dalam seni serta gerakan sosial tetap menjadi bagian penting dari narasi perjuangan perempuan di Indonesia.
Kejatuhannya mengundang berbagai reaksi. Sebagian melihatnya sebagai titik balik yang pahit dalam karier aktivismenya, sementara yang lain menilainya sebagai pelajaran bahwa aktivisme harus senantiasa berlandaskan pada kebenaran dan integritas. Terlepas dari kontroversi itu, tak dapat dipungkiri bahwa Ratna Sarumpaet telah membuka ruang-ruang baru bagi perempuan dalam berekspresi dan memperjuangkan haknya.
Ratna adalah representasi perempuan yang tidak diam. Ia bersuara ketika banyak orang memilih bungkam. Ia berkarya ketika panggung dibungkam oleh kekuasaan. Ia turun ke jalan ketika suara rakyat terpinggirkan. Dalam dirinya menyatu antara seniman dan pejuang, antara estetika dan etika, antara kata dan aksi.
Warisan Ratna Sarumpaet bukan hanya pada naskah-naskah teater yang ia tulis atau orasi-orasi yang ia suarakan, tetapi pada keberanian untuk menjadi suara alternatif dalam masyarakat yang sering menolak kritik. Ia membuktikan bahwa seni dan politik bukanlah dua kutub yang terpisah, tetapi bisa saling menguatkan dalam perjuangan menuju masyarakat yang lebih adil dan manusiawi.